Bismillahirrohmanirrohim
Bagi sebagian pihak Bulan Suro mempunyai nilai tersendiri. Kalau bagi umat Islam Bulan Muharam mengandung hari yang disunnahkan untuk melakukan puasa sunnah. Di hari itu pula Musa di selamatkan dari kejaran fir’aun. Sementara itu kaum penganut Agama Syi’ah Rafidhah yang menanggap Muharram sebagai bulan kesedihan dan kesialan, demikian pula sebagian orang di Indonesia dalam memandang bulan suro.
Bagi sebagian pihak Bulan Suro mempunyai nilai tersendiri. Kalau bagi umat Islam Bulan Muharam mengandung hari yang disunnahkan untuk melakukan puasa sunnah. Di hari itu pula Musa di selamatkan dari kejaran fir’aun. Sementara itu kaum penganut Agama Syi’ah Rafidhah yang menanggap Muharram sebagai bulan kesedihan dan kesialan, demikian pula sebagian orang di Indonesia dalam memandang bulan suro.
Di Indonesia ada sebuah pantangan yang berlaku khusus di Bulan Suro. Pernikahan tidak boleh dilakukan pada bulan ini. Bila nekat maka akan menjadi bencana dan malapetaka atau ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Tidak diketahui secara pasti dari mana asal-usul keyakinan ini . sebagian analis mengemukakan penelitiannya bahwa ini tidak lebih dari sekadar politik pihak kraton /kerajaan waktu itu.
Di Bulan Suro biasanya kraton punya kegiatan berbagai macam ritual. Ritual-ritual yang dilakukan hampir seluruhnya sarat dengan noda-noda kesyirikan. Agar acara kraton dihadiri rakyatnya maka dimunculkan keyakinan bahwa selama bulan itu rakyat tidak boleh melangsungkan hajatan. Tujuannya agar rakyat berbondong-bondong menyukseskan acara kraton. Wallahu a’lamu bishawab.
Lepas dari asal usul keyakinan nyeleneh tersebut, kekritisan umat islam harus diasah dengan kekuatan tauhid. Bagaimana mungkin sebuah waktu, baik hari atau bulan maupun tahun mampu mendatangkan bencana atau memberikan keberuntungan. Ternyata keyakinan salah seperti itu tidak hanya terjadi di Indonesia. Di tanah Arab pun ada keyakinan bulan sial untuk sebuah pernikahan. Bedanya kalau di Indonesia berlaku di bulan Suro/Muharram di Tanah Arab berlakunya di Bulan Shafar.
Setan memang akan berusaha sekuat tenaga untuk menyesatkan manusia, dengan halus maupun kasar. Bagi sebagian orang mungkin berdalih toh keyakinan itu demi kebaikan dan keselamatan suami isteri. Meski seakan-akan menawarkan kebaikan, tetapi sambil menyuntikkan racun mematikan. Kebaikan yang ditawarkan adalah semu, sementara racun syirik yang disuntikkan adalah kenyataan tak terbantahkan. Akankah seorang muslim berusaha menggayuh keselamatan yang dibangun di atas angan-angan dengan merusak rasa tauhid ?
Berikut adalah fatwa dari sebagian ulama tentang masalah Bulan Sial dan kesialan yang masih dipegangi oleh sebagian orang.
Pertanyaan :
Pada hari kesepuluh Muharram, sebagian orang memperbanyak makanan untuk keluarganya. Para khatib/penceramahpun menjelaskan keutamaannya dari sisi diniyah dan duniawiyah serta kedudukannya. Sebaagian orang menyatakan mendapatkan rasa keberkahan pada harta.
Jawaban :
Yang disyari’atkan ketika itu adalah berpuasa sunnah, yaitu pada hari kesepuluh dan kesembilan Bulan Muaharram atau (hari kesepuluh dan kesebelas). Jika para khatib/penceramah dan para guru menganjurkan dan menjelaskan kepada orang-orang keutamaan puasa tersebut, maka itu suatu kebaikan. Adapun memperbanyak makanan untuk keluarga pada hari itu dengan keyakinan bahwa hal itu disyari’atkan dan sebagai keutamaan baginya, maka bid’ah (tidak ada asalnya). Hadist-hadist yang menerangkan keutamaan memperbanyak makanan untuk keluarga pada waktu itu adalah (hadist-hadist) yang tidak shahih.
Pertanyaan :
Kita sering mendengar kepercayaan-kepercayaan (dimasyarakat) bahwa pada Bulan Shafar tidak boleh melangsungkan pernikahan, khitan, atau semisalnya (karena dianggap Bulan Sial). Kami berharap Syaikh sekalian dapat menjelaskannya kepada kami menurut syari’at islam. Semoga Allah senantiasa menjaga Syaikh sekalian.
Jawaban :
Apa yang disebutkan penanya tentang larangan/pantangan melangsungkan pernikahan atau khitan dan semisalnya di Bulan Shafar adalah salah satu jenis/bentuk Tasya-um (merasa sial) dengan bulan itu. Bertasya-um dengan bulan, hari, burung, atau hewan lainnya tidak dibolehkan berdasarkan hadist Abu Hurairah ra. Bahwa Rasullah saw. Bersabda :
ﻻﻋﺩﻭﻯ ﻭﻻﻁﻴﺭﺓ ﻭﻻﻫﺎﻤﺔ ﻭﻻﺼﻔﺭ
“Tidak ada ‘adwah (wabah), tidak ada Thiyarah, tidak ada burung hantu, dan tidak ada shafar.”(HR. Bukhari VII/17, Shahih Muslim XIV/213, Musnad Ahmad I/174 dan Sunan Tirmidzi IV/161)
Bertasya-um dengan Bulan Shafar termasuk jenis Thiyarah yang terlarang. Ia termasuk perbuatan yang biasa dilakukan orang-orang jahiliyah dahulu dan telah dibatalkan oleh islam. Wabillahi taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad saw. Dan kepada keluarga dan para sahabatnya.
Wallahu'alam
Fatwa Dikeluarkan oleh Al-Lajnah Ad-Daimah Li Al-Buhuts Al-Ilmiyah Wa Al-Ifta’: Ketua Abdul Aziz Abdullah bin Baz, Wakil Ketua : Abdurrazzaq afifi, Anggota: Abdullah bin Ghadiyyan.{I/658 dan III/77-78}
0 komentar
Posting Komentar