Jangan Mudah Mengkafirkan!

Diposting oleh abufawwaz | 13.40 | , | 0 komentar »

Ustadz Kholid Syamhudi. lc

Bismillahirrohamnirrohim

Kenyataan dunia islam dan kaum muslimin dewasa ini cukup menyedihkan. Tuduhan demi tuduhan dilemparkan musuh-musuh Allah Ta’ala akibat ulah sekelompok kaum muslimin. Memang musuh-musuh islam terus mengintai negara dan masyarakat islam, mengintai kapan mereka berbuat salah, kapan menjadi materialis dan kapan cinta dunia menguasai mereka. Akhirnya masa-masa yang mereka tunggu itu tiba. Kaum muslimin hidup bergelimang dunia dan dosa, kebodohan menjadi ciri mereka. Kemudian mereka keluar dari rel syariat dan tanpa sadar merusak bumi dan seisinya. Padahal sesuatu yang keluar dari relnya mesti berbahaya, apalagi dalam permasalahan agama.

Akhirnya kehinaan dan fitnah melanda mereka sebagai satu konsekuensi pelanggaran dan jauhnya mereka dari syariat rasulNya. Allah berfirman:
 
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nuur:63)

Bermunculanlah penyakit dan fitnah dalam tubuh kaum muslimin, membuat mereka bingung, sedih dan pecah berserakan. Semoga Allah mengembalikan dan mempersatukan kaum muslimin diatas ajaran agama islam yang benar.Diantara fitnah yang sangat berbahaya yang muncul dalam tubuh kaum muslimin adalah fitnah takfir (vonis kafir terhadap orang lain) yang menyimpang dari syari’at islam. Fitnah ini diawali dengan munculnya sekte khawarij pada zaman Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu . Fitnah khawarij ini pernah menggoncang dunia Islam dan menumpahkan ribuan bahkan jutaan darah kaum muslimin. Cukup banyak harta dan jiwa yang dikorbankan kaum muslimin dalam meredam fitnah ini, lihatlah sejak pembunuhan Khalifah dan menanti Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam Utsman bin Affaan Radhiallahu’ahu , disusul dengan terbunuhnya khalifah dan menantu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’ahu sampai pemberontakan mereka terhadap negara islam bani Umayah dan Abbasiyah serta negara-negara islam hingga saat ini. Sehingga DR Ghalib bin Ali Al ‘Awaajiy menyatakan: “Khawarij adalah salah satu firqah besar yang melakukan revolusi berdarah dalam sejarah politik islam. Mereka telah menyibukkan negara-negara Islam dalam waktu yang sangat panjang sekali”.[1]

Pertama kali muncul, mereka mencela sebaik-baiknya orang sholih waktu itu, yaitu khalifah Ali Radhiallahu’anhu . ini bukanlah satu hal yang aneh karena tokoh pertama mereka yang bernama Dzul Khuwaishirah telah mencela sebaik-baiknya makhluk Allah, yaitu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam . sebagaimana dikisahkan dalam riwayat dibawah ini :

أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْسِمُ قِسْمًا أَتَاهُ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ فَقَالَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ قَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي فِيهِ فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ فَقَالَ دَعْهُ فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ

“Sesungguhnya Abu Sa’id Al Khudriy bercerita: “ketika kami bersama Rasululluh Shallallahu’alaihi Wasallam dan beliau membagi-bagi sesuatu, datanglah kepada beliau Dzul Khuwaishiroh seorang berasal dari Bani Tamiim lalu berkata: “Wahai Rasulullah berbuat adillah!”. Lalu beliau menjawab: “celaku kamu, siapakah yang berbiat adil jika aku tidak berbuat adil. Engkau telah rugi dan celaka jika aku tidak adil”. Umar berkata: “Wahai Rasulullah izinkanlah aku memenggal lehernya” beliau menjawab: “Biarkan dia! Sesungguhnya dia memiliki pengikut, salah seorang dari kalian akan meremehkan sholatnya dibanding sholat mereka dan puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur’an tapi hanya ditenggorokan mereka saja. Mereka meninggalkan agama sebagaimana anak panah keluar dari busurnya”. (Mutafaqun alaihi).

Lihatlah berawal dari harta dan penentangan terhadap pemimpin, muncul khawarij, sungguh benar sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ

“Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah dan fitnah umatku adalah harta“.

Dzul Khuwaishirah menentang Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dengan slogan keadilan dan menuntut keadilan, hak dan kesamaan. Dari sinlah ia menuduh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berbuat tidak adil sehingga menuntut Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjelaskan keadaan pengikutnya.

Ini pada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam , tentunya untuk orang yang dibawahnya dari para penguasa dan wali amri kaum muslimin lebih gampang dan mudah bagi mereka.

Pengikut Dzul Khuwaishirah muncul dizaman Ali bin Abi Thalib juga karena harta dan penentangan mereka terhadap kebijakan khalifah Ali Radhiallahu’anhu . [2]

Setelah itu mereka mengkafirkan pelaku dosa besar dan menghalalkan darah dan harta kaum muslimin seluruhnya kecuali anggota sekte mereka. Inilah yang membawa mereka memberontak dan membunuhi orang-orang yang tidak bersalah. Oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam nyatakan dalam haditsnya:

إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْأَنَا أَدْرَكْتُهُمْ قَتَلْتُهُمْ قَتْلَ عَادٍ

“Sesunggunya dibelakang orang ini akanlahir satu kaum yangmembaca Al Qur’an tidak lewat dari kerongkongan mereka. Mereka lepas dari islam seperti lepasnya anak panahdari busurnya. Mereka membunuh kaum muslimin dan membiarkan penyembah berhala. Sungguh jika aku mendapatkan mereka niscaya aku beunuh mereka dengan cara pembunuhan kaum ‘ad”. (HR. Abu Daud) dan dalam riwayat yang lainnya:

هُمْ شَرُّ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ

“Mereka adalah sejelek-jeleknya orangyangterbunuh dibawah langit” (HR. At Tirmidzi No. 2926 dan Ibnu Maajah dalam Muqaddimah No.173).

Kaum khawarij ini diperangi kaum muslimin hingga hampir hilang dari permukaan bumi ini. Memang masih ada dibeberapa tempat kumpulan mereka ini, seperti di Oman, Maroko, Al Jazaair dan Zanjibaar yang diwakili oleh sekte Ibadhiyah. Akan tetapi pemikiran dan aqidah mereka masih eksis dan bertebaran disekitar kaum muslimin dan terkadang sebagian kaum muslimin tidak sadar memiliki pemikiran dan aqidah mereka ini.

Kemudian lebih dari seperempat abad yang lalu muncullah istilah Takfiir dan Hijrah, ditandai dengan salah satu kejadian besar yaitu pembunuhan terhadap penulis kitab At Tafsiir wal Mufassirun Syaikh Muhammad Husein Adz Dzahabiy. Jamaah takfiir wal hijrah ini dikatakan para peniliti sebagai bagian dari Jamaah Ikhwanul Muslimin. Mereka kecewa dengan sikap dan tindakan tokoh pemimpin Ikhwanul Muslimin dalam peran mereka dalam politik negeri Mesir.

Ini akan semakin jelas jika kita melihat dan menelaah pemikiran Sayyid Quthub, salah seorang tokoh besar dan legendaris dari Jamaah Ikhwanul Muslimin. Mereka banyak menjadikan pemikran tokoh intelektual ini dalam kaedah beragamanya mereka, sehingga jadilah mereka orang yang cepat memvonis kafir orang lain dan mencela para ulama yang tidak cocok atau dianggap sesuai dengan mereka. Hal ini tidaklah mengherankan karena orang yang telah terkena fitnah takfiir ini tentunya tidak lepas dari gaya penampilan para pendahulu mereka dari kalangan khawarij. Lihatlah beberapa pemikiran Sayyid Quthub tentang takfiir dan hijrah, agar dapat diketahui besarnya bahaya yang muncul akibatnya.
Tentang Takfiir[3]

Sayyid Quthub mengkafirkan hampir seluruh kaum muslimin termasuk para Muadzin yang selalu melantunkan kalimat tauhid Ini dapat dapat dilihat pada tulisan beliau, diantara pernyataan beliau:

1. “Manusia telah murtad kepada penyembahan makhluk (paganisme) dan kejahatan agama serta telah keluar dari Laa ilaha Illa Allah. Walaupun sebaian mereka masih selalu mengumandangkan Laa ilaha Illa Allah di atas tempat beradzan”.[4]

2. “Manusia telah kembali kepada kejahiliyahan dan keluar dari Laa ilaha Illa Allah. Manusia seluruhnya- termasuk didalamnya orang–orang yang selalu mengumandangkan pada adzan-adzan di timur sampai barat bumi ini kalimat Laa ilaha Illa Allah tanpa pengertian dan pebuktian nyata- bahkan mereka ini lebih berat dosa dan adzabnya pada hari kiamat; karena mereka telah murtad kepada penyembahan makhluk setelah jelas bagi mereka petunjuk dan setelah mereka berada pada agama Allah”.[5]

3. “Masyarakat yang menganggap dirinya muslimah masuk dalam lingkungan masyarakat jahiliyah bukan karena meyakini uluhiyah pada selain Allah. Bukan pula karena menujukan syiar-syiar peribadatan kepada selain Allah Ta’ala akan tetapi mereka masuk dalam lingkup ini karena tidak beribadah kepada Allah saja dalam hukum-hukum kehidupannya”.[6]

4. “Orang yang tidak mentauhidkan Allah Ta’ala dalam hakimiyah- disemua zaman dan tempat- adalah orang-orang musyrik. Tidak mengeluarkan mereka dari kesyirikan ini keyakinan mereka terhadap Lailaaha illa allah dan tidak pula syiar (peribadatan) yang mereka tujukan kepada Allah Ta’ala ”.[7]

5. “Tidak ada satupun dipermukaan bumi ini negara islam dan tidak pula masyarakat muslim”.[8]

Beliau mengkafirkan masyarakat kaum muslimin yang ada karena tidak menggunakan hukum-hukum Allah Ta’ala dalam mengatur kehidupan mereka. Akan tetapi beliau mensifatkan penyembah berhala dari kalangan kaum musyrikin dengan pernyataan beliau: “Kesyirikan mereka yang hakiki bukanlah pada permasalahan ini -yaitu penyembahan berhala untuk mendekatkan diri dan meminta syafaat dihadapan Allah- dan tidak pula islamnya orang yang masuk islam karena meninggalkan permohonan syafaat kepada para berhala tersebut”.[9]

Lihatlah pernyataan beliau ini, bukankah menyelisihi firman Allah Ta’ala :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):”Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu”,(QS. An Nahl:36). Dan :

إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu” (QS. An Nisaa:48).

Bahkan para Rasul berdakwah mengajak kaumnya untuk tidak menyembah selain Allah Ta’ala dan menyatakan:: 

يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَالَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Ilah bagimu selain-Nya” (QS. Al A’raf:59). Kemudian kaum ‘Ad membantah ajakan Nabi mereka dengan menyatakan: 

قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَاكَانَ يَعْبُدُ ءَابَآؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ إِن كُنتَ مِنَ الصَّادِقِينَ

Mereka berkata:”Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami maka datanglah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (QS. Al A’raf:70)

Demikian juga kaum Nabi Nuh ‘Alaihissalam ketika didakwahi untuk tidak menyembah orang sholih yang diyakini dapat memberi syafaat dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala menyatakan:

وَقَالُوا لاَ تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلاَتَذَرُنَّ وَدًّا وَلاَسُوَاعًا وَلاَيَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

"Dan mereka berkata:”Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) ilah-ilah kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”, (QS. Nuh:23)

Ternyata dakwahnya para Rasul adalah mengajak manusia menyembah Allah Ta’ala dan menjauhi syirik dalam peribadatan, bukan syirik hakimiyah –seperti yang mereka inginkan-. Bahkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menegaskan dalam pernyataan beliau :

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

“Wahai bani Adam sesungguhnya jika kamu menjumpaiKu dengan membawa sepenuh bumi kesalahan kemudian menjumpaiKu dalam keadaan tidak menyekutukan Ku, sungguh Aku akan memberimu sepenuh bumi pengampunan” (HR. At Tirmidzi No.3463). dan:

يَا مُعَاذُ أَتَدْرِي مَا حَقُّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا أَتَدْرِي مَا حَقُّهُمْ عَلَيْهِ قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ أَنْ لَا يُعَذِّبَهُمْ

“Wahai Mu’adz tahukah kamu apa hak Allah atas hambaNya, beliau menjawab: “Allah dan RasulNya lebih mengetahui”. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab: “MenyembahNya dan tidak menyekutukanNya. Apakah kamu tahu apa hak mereka atas Allah”. Muadz menjawab: “Allah dan RasulNya lebih mengetahui”. Beliau menjawab: “Tidak mengadzab mereka”. (Mutafaqun ‘alaihi).

Subhanallah! Seandainya memang benar perkataan dan pernyataan Sayyid Quthub ini, tentulah apa yang didakwahkan para Rasul tersebut tidak sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan umat manusia. Ini sungguh kesalahan yang sangat fatal sekali.

Pemikiran takfiir ini terus merebak pada para pemuda kaum muslimin yang bersemangat, sehingga akibatnya mereka mengorbankan diri mereka untuk membom, merusak dan membunuh dengan dalih jihad suci melawan orang kafir, bahkan lebih dari itu mereka melecehkan para ulama dan mengkafirkan mereka, karena mereka tidak mengkafirkan orang yang telah kafir. Alangkah mengerikannya akibat dari pemikiran takfiir ini!

Sudah seharusnya kaum muslimin waspada kembali terhadap pemikiran-pemikiran yang merusak ini dengan menuntut ilmu agama dari para ulama dan tidak tergesa-gesa memvonis kafir (takfiir) terhadap orang lain.

Wallahu'alam
________________________________________
[1] Firaaqun Mu’ashaarah Tantasibu Ilal Islam karya beliau sendiri, 1/88.
[2] Lihat kisahnya dalam perdebatan Ibnu Abbas dengan mereka dalam buku “Mengapa Memilih Manhaj Salafi”
[3] Semua penukilan perkataan Sayyid Quthub diambil dari makalah Syeikh Sa’ad Al Hushein dalam Majalah Ash Ashoolah 35/VI/Sya’ban 1422 H.
[4] Fi Zhilalil Qur’an 2/1057, cetakan Dar Asyuruuq.
[5] Ibid-
[6] Ma’alim Fith Thoriiq hal.101 cetakan Darusy Syuruuq.
[7] Fi Zhilaalil Qur’an 2/1492 cet. Daarusy Syuruuq.
[8] Ibid 2/2122.
[9] Ibid 3/1492

Related Posts by Categories



Dapatkan artikel terbaru dengan memasukkan alamat email, anda akan menerima kiriman artikel langsung ke inbox: :

Delivered by FeedBurner

0 komentar

Posting Komentar