THAHARAH

Diposting oleh abufawwaz | 10.01 | , | 0 komentar »

Syaikh Abdul Azhim Bin Badawi Al-Khalafi

Bismillahirrohmanirrohim

Thaharah, menurut bahasa, berarti ‘ANNZHAAFAH WANNAZAAHAH MINAL AHAHDAATS’ Artinya: Bersih dan suci dari berbagai hadas. Menurut istilah fiqih ialah ‘raf’ul hadas au izalatun na jas menghilangkan hadas atau membersihkan najis {lihat Al-Majmul Syarhul Muhadzdab 1:79}.

Semua air yang turun dari langit atau yang keluar dari dalam bumi, adalah suci dan mensucikan. Ini didasarkan pada firman Allah swt :

ﻭﺃﻨﺯﻠﻨﺂﻤﻥﺍﻠﺴﻤﺂﺀ ﻤﺍﺀ ﻁﻬﻭﺭﺍ

“Dan Kami menurunkan dari langit air yang amat suci.”{QS. Al-Furqaan:48}

ﻫﻭﺃﻟﻁﻬﻭﺭﻤﺂﺀﻩ ﺍﻟﺤﻝ ﻤﻴﺘﺘﻪ

Dan sabda Nabi saw. Tentang air laut :

“Ia (laut itu) suci airnya halal bangkainya.” {Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 309, Muwatha’ Imam Malik hal. 26 no 40, Sunan Abu Dawud 1 : 136:138 dan Sunan Nasa’I 1 : 176}.

Tidak boleh terburu-buru menghukumi bahwa air itu najis, sekalipun kejatuhan barang yang najis, kecuali apabila berubah (baunya, atau rasanya, atau warnanya) karena pengaruh barang yang najis tersebut. Ini di dasarkan pada hadist Abu Sa’id, ia berkata :

“Ada seorang sahabat yang bertanya ya Rasullah, bolehkah kami berwudhu’ dengan (air) sumur budha’ah ? Yaitu sebuah sumur yang darah haidh, daging anjing dan barang yang bau busuk dibuang di dalamnya,” Maka jawab Beliau saw.,”air itu suci, tidak bisa di najiskan oleh sesuatu apapun.”(Takhrij hadist ini persis dengan takhrij hadist tentang sumur budha’ah sebelumnya)”dalam Tuhfatul Ahwadzi 1:204 Al-Mubarakfuri menulis bahwa Ath-Thiybi berkata:”Makna di buang ke dalamnya ini, bahwa sumur ini adalah tempat berkumpulnya air dari sebagian lembah,sehingga tidak sedikit penduduk pedalaman yang singgah di sekitarnya, lalu mereka membuang kotoran yang dibawa dari rumahnya ke saluran air yang yang menuju ke sumur itu, sehingga akhirnya masuk kedalamnya, Kemudian si penanya dalam riwayat di atas mengungkapkan dengan member kesan bahwa ada sejumlah orang yang kurang taat kepada agamanya sengaja membuang kotoran kedalamnya, padahal ini adalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan seorang muslim. Kemudian pantaskah tuduhan ini dialamatkan kepada generasi terbaik paling bersih.”selasai saya (Al-Mubarakfuri) berkata,”Bukan hanya satu ulama yang berpendapat seperti ini adalah pendapat yang jelas harus diambil”Selesai.

BENDA-BENDA NAJIS

Kata najaasaat adalah bentuk jama’, plural dari kata najaasah, yaitu segala sesuatu yang dianggap kotor oleh orang orang yang ber tabiat baik lagi selamat dan mereka menjaga diri darinya, mencuci pakaiannya yang terkena benda-benda yang najis termaksud, misalnya tinja dan kencing.{Lihat Ar-Raudhun Nidiyah 1: 12}

Pada asalnya segala sesuatu mubah dan suci, oleh karena itu barang siapa yang menanggapnya najis suatu benda,..? maka harus membawa dalil yang kuat. Jika ia mengemukakan dalil, maka ia benar. Jika tidak, atau membawa dalil yang tidak bisa dijadikan hujjah maka ia harus berpegang kepada hukum asal, yaitu suci dan mubah, karena ketetapan hukum najis adalah hukum taklifi (pembebanan) yang bersifat umum. Karena itu tidak boleh memvonis najis kecuali dengan mengemukakan hujjah.{Lihat As-Sailal Jarrar 1: 31, Shahih Sunan Abu Daud no: 834 dan Ar-Raudhatun Nadiyah 1: 15)

Diantara benda-benda najis berdasar dalil :

1. Air Kencing dan Kotoran Manusia

Adapun kotoran orang, di dasarkan pada hadist Abu Hurairah ra. Bahwa Rosullah saw.Bersabda :

ﺇﺫﺍﻭﻁﻰﺀﺃﺤﺩ ﻜﻡ ﺒﻨﻌﻠﻪ ﺍﻷﺫﻯ ﻓﺈﻥﺍﻟﺘﺭﺍﺏ ﻟﻪ ﻁﻬﻭﺭ

“Apabila seorang di antara kamu menginjak kotoran dengan alas kakinya, maka sejatinya debu menjadi pembersih baginya”.{Shahih Abu Dawud no: 834. Aunul Ma’bud II: 47 no: 381}.

Adapun kencing manusia didasarkan pada Hadist Anas :


ﺃﻥﺃﻋﺭﺍ ﺒﻴﺎ ﺒﺎﻝ ﻓﻲﺍﻟﻤﺴﺠﺩ ﻓﻘﺎﻡ ﺇﻟﻴﻪ ﺒﻌﺽﺍﻟﻘﻭﻡ ﻓﻘﺎﻝ ﺭﺴﻭﻝﺍﷲ ﺩﻋﻭﻩﻻ ﺘﺯﺭﻤﻭﻩ ﻗﺎﻝ ﻓﻠﻤﺎ ﻓﺭﻍ ﺩﻋﺎ ﺒﺩﻟﻭﻤﻥ ﻤﺎﺀ ﻓﺼﺒﻪﻋﻟﻴﻪ

“Bahwa seorang Arab Badwi kencing (pojok) dalam masjid, maka berdirilah sebagian, sahabat hendak menghalanginya, lalu Rasullah saw. Bersabda,”Biarkan ia (sampai selesai) dan jangan hentikan ia!” Cerita Anas (selanjutnya) bahwa tatkala ia selesai kencing, Beliau saw. Minta setimba air (kepada sahabat), lalu Beliau tuangkan di atasnya.”{Muttafaqun ‘alaih,Muslim 1:236 no:284 dan lafadz ini lafadz, Fathul Bari X:449 no: 6025}

2. Madzi dan Wadi

Madzi ialah cairan bening, halus lagi lekat yang keluar ketika syahwat begejolak, tidak bersamaan dengan syahwat, tidak muncrat, dan tidak menyebabkan kendornya syahwat orang yang bersnagkutan. Bahkan tidak jarang yang bersangkutan tidak merasa bahwa dirinya telah mengeluarkan madzi, dan ini dialami laki-laki dan perempuan.(Periksa Syahru Muslim oleh Imam Nawawi III: 213).

Air Madzi hukumnya najis, karenanya Nabi saw. Menyuruh mencuci kemaluan yang telah mengeluarkan.

ﻋﻥﻋﻟﻲ ﻗﺎﻝ ﮐﻨﺕ ﺭﺠﻼ ﻤﺫﺍﺀ ﻭﮐﻨﺕ ﺃﺴﺘﺤﻴﻲﺃﻥ ﺃﺴﺄﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﻟﻤﻜﺎﻥ ﺍﺒﻨﺘﻪ ﻓﺄﻤﺭﺕ ﺍﻟﻤﻘﺩﺍﺩ ﺒﻥ ﺍﻷﺴﻭﺩ ﻓﺴﺄﻟﻪ ﻓﻘﺎﻝ ﻴﻐﺴﻝ ﺫ ﻜﺭﻩ ﻭﻴﺘﻭﻀﺄ

“Dari Ali bin Abi Thalib ra. Berkata: Aku adalah seorang laki-laki yang sering mengeluarkan madzi, aku merasa malu bertanya (langsung) kepada Nabi saw. Karena aku suami puterinya. Lalu kuperintah Al-Miqdad bin Al-Aswad (menanyakan kepada Beliau), kemudian ia bertanya kepada Beliau, lalu Beliau bersabda,’(hendaklah) ia membersihkan kemaluannya dan (lalu) berwudhu’!”{Muttafaqqun Alaih, Muslim 1:247 no: 303 dan lafadz ini baginya, Fathul Bari I : 230 no: 132 dengan ringkas}

Adapun yang dimaksud Wadi ialah cairan bening yang agak kental biasa keluar usai air kecil (Fiqhus Sunnah 1:24). Hukum Wadi Najis, beradasarkan riwayat berikut :

ﻋﻥ ﺍﺒﻥﻋﺒﺎﺱ ﻗﺎﻝﺍﻟﻤﻨﻲ ﻓﻬﻭﺍﻟﺫﻱ ﻤﻨﻪ ﺍﻟﻐﺴﻝ ﻭﺃﻡ ﺍﻟﻭﺩﻯ ﻭﺍﻟﻤﺫﻱ ﻓﻘﺎﻝ ﺇﻏﺴﻝ ﺫ ﻜﺭﻙ ﺃﻭﻤﺫﺍﻜﻴﺭﻙ ﻭﺘﻭﻀﺄ ﻭﻀﻭﺀ ﻙ ﻟﺼﻼﺓ

“Dari Ibnu Abbas ra. Katanya, Mani, wadi, dan mazdi, adapun mani maka harus mandi karena mengeluarkannya. Adapun wadi dan madzi, maka ia berkata, Hendaklah mencuci dzakarmu atau kemaluanmu dicuci dan berwudhu’lah sebagaimana wudhu’mu untuk shalat! “ (Shahih Sunan Abu Dawud no: 190 dan Al-Baihaqi 1: 115)

3. Kotoran Hewan yang Dagingnya Tidak Dimakan

Hal ini sebagaimana yang di jelaskan dalam riwayatkan berikut:

ﻋﻥﻋﺒﺩﺍﷲ ﻗﺎﻝ ﺃﺭﺍﺩ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺃﻥ ﻴﺘﺒﺭﺯﻓﻘﺎﻝ ﺍﺌﺘﻨﻲ ﺒﺜﻼ ﺜﺔ ﺃﺤﺠﺎﺭﻓﻭﺠﺩﺕ ﻟﻪ ﺤﺠﺭﻴﻥ ﻭﺭﻭﺜﺔ ﺤﻤﺭﻓﺄﻤﺴﻙ ﺍﻟﺤﺠﺭﻴﻥ ﻭﻁﺭﺡ ﻟﺭﻭﺜﺔ ﻭﻗﺎﻝﻫﻲ ﺭﺠﺱ

“Dari Abdullah RA. Ia berkata : Nabi saw. Hendak buang air besar, lalu bersabda,’Bawakan untukku tiga buah batu!’ Kemudian kudapati untuk Beliau dua batu dan kotoran keledai. Beliau mengambil dua batu itu dan melemparkan kotoran hewan itu, lalu Beliau saw. Bersabda, ‘Ia kotor lagi keji.” (Shahih Ibnu Majah no: 253. Shahih Ibnu Khuzaimah 1 : 39 no : 70, selain Ibnu Khuzaimah tidak memakai lafadz himar ‘keledai’, Fathul Bari I: 256 no: 156. Nasa’i 1: 39 Tirmidzi 1 : 13 no: 17 dan Ibnu Majah 1: 114 no: 314).


4. Air Liur Anjing

Sebagaimana dijelaskan riwayat berikut ini :

ﻋﻥﺃﺒﻲﻫﺭﻴﺭﺓ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝﺭﺴﻭﻝﷲ ﻁﻬﻭﺭﺇﻨﺎﺀ ﺃﺤﺩﻜﻡ ﺇﺫﺍ ﻭﻟﻎ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻜﻠﺏﺃﻥ ﻴﻐﺴﻟﻪ ﺴﺒﻊ ﻤﺭﺍﺕﺍﻭﻻﻫﻥ ﺒﺎﻠﺘﺭﺍﺏ

“Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasullah saw. Bersabda: Sucinya bejana seorang di antara kamu yang dijilat anjing ialah (hendaklah) mencucinya tujuh kali, yang pertama dicampur dengan debu.” (Shahih Jami’ush Shaghir no: 3933 dan Muslim 1: 234 no. 91 dan 279).

5. Darah haidh

Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Hadist berikut ini :

ﻋﻥﺃﺴﻤﺎﺀ ﺒﻨﺕﺃﺒﻰﺒﻜﺭﻗﺎﻟﺕ ﺠﺎﺀﺕ ﺍﻤﺭﺃﺓ ﺇﻟﻰﺍﻟﻨﺒﻲ ﻓﻘﺎﻟﺕ ﺇﺤﺩﺍﻨﺎ ﻴﺼﻴﺏ ﺜﻭﺒﻬﺎ ﻤﻥﺩﻡﺍﻟﺤﻴﺽ ﻜﻴﻑ ﺘﺼﻨﻊ ﻓﻘﺎﻝ ﺘﺤﺘﻪ ﺜﻡ ﺘﻘﺭﺼﻪ ﺒﺎﻟﻤﺎﺀ ﺜﻡ ﺘﻨﻀﻌﻪ ﺜﻡ ﺘﺼﻟﻰ ﻓﻴﻪ

“Dari Asma’ binti Abu Abu Bakar, ia berkata: telah datang seorang perempuan kepada Nabi saw. Seraya berkata,”(wahai Rasullah), seseoranag diantara kami, pakaiannya terkena haidh, bagaimana ia harus berbuat?”Maka sabda Beliau,”(hendaklah)ia menggosokkan, kemudian mengeriknya dengan air, kemudian membilasnya, lalu (boleh) shalat dengannya.”(Muttafuqqun ‘alaih, Muslim 1: 240 no: 291 dan lafadz ini baginya, Fathul Bari 1: 410 no: 307)

6. Bangkai

Bangkai ialah binatang yang mati tanpa disembelih secara syar’i. ini di dasarkan pada sabda Nabi sawa.:

ﺇﺫﺍﹸﺫﺒﻎ ﺍﻹﻫﺎﺏ ﻓﻘﺩ ﻁﻬﺭ

“Apabila kulit bangkai disamak maka ia menjadi suci.”(Shahih Jami’ush Shaghir no: 511, Muslim 1: 277 no: 366 dan ‘Aunul Ma’bud XI: 181 no: 4105).

Yang dimaksud kata Al-Ilhab ialah, kulit bangkai yang belum disamak. Kemudian dikecualikan beberapa bangkai yang tidak najis: Bangkai Ikan dan Belalang, Bangkai Darahnya tidak mengalir, Tulang bangkai, serta tanduk, kuku, rambut dan bulunya..Bersambung..

Wallahu'alam

Sumber : Al-Wajiz,Ensiklopedi Piqih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah As-Shahihah, Penulis : ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi Al-Khalaf, Penerbit Pustaka Assunnah

Related Posts by Categories



Dapatkan artikel terbaru dengan memasukkan alamat email, anda akan menerima kiriman artikel langsung ke inbox: :

Delivered by FeedBurner

0 komentar

Posting Komentar